Jumat, 09 Januari 2009
Turunkan Bunga Kredit!
JAKARTA, JUMAT — Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia, 50 basis poin, bertujuan mendorong kegiatan sektor riil melalui suku bunga kredit yang lebih murah. Namun, bank masih sulit menurunkan bunga kredit karena suku bunga dana masih tinggi dan risiko sektor riil meningkat.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Benny Soetrisno, penurunan suku bunga acuan BI atau BI Rate akan berdampak pada sektor riil jika diikuti turunnya tingkat bunga pinjaman.
Benny menjelaskan, saat ini pelaku industri dan pedagang yang mengambil kredit ke bank dikenai bunga 18-19 persen per tahun. Adapun lembaga pembiayaan nonbank menetapkan bunga sampai 23 persen.
”Akibatnya, bunga kredit konsumsi masyarakat bisa sampai 42 persen. Bagaimana daya beli bisa dipertahankan dengan tingkat bunga segitu,” ujar Benny di Jakarta, Kamis (8/1).
Padahal, kata Benny, konsumsi domestik menjadi tumpuan untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi di tengah krisis global saat ini. Benny berharap pemerintah dan BI tidak sekadar mendorong perbankan menurunkan bunga pinjaman dengan penurunan BI Rate. Namun, juga mengatasi kendala perbankan untuk menurunkan bunga kredit.
”Ini juga harus menjadi perhatian BI dan pemerintah, misalnya soal penjaminan pinjaman dan kelonggaran giro wajib minimum. Persoalan lain tentu efisiensi biaya administrasi perbankan itu sendiri,” katanya.
Tidak normal
Dalam kondisi normal, penurunan BI Rate akan tertransmisikan ke bunga kredit dalam 3- 6 bulan ke depan. Namun, dalam kondisi tidak normal seperti saat ini, yang ditandai dengan masih keringnya likuiditas, transmisi suku bunga akan lebih lambat.
Bank-bank yang kesulitan likuiditas masih menawarkan suku bunga deposito yang tinggi, berkisar 12 persen. ”Bank-bank kecil masih menawarkan bunga dana yang tinggi,” kata Kepala Ekonom Bank Mandiri Mirza Adityaswara.
Padahal, suku bunga dana merupakan salah satu komponen pembentuk bunga kredit, selain margin keuntungan, premi risiko, dan biaya operasional. Salah satu upaya menurunkan bunga dana adalah menjamin pinjaman pasar uang antarbank.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengatakan, risiko sektor riil saat ini tergolong tinggi. Kondisi ini membuat premi risiko juga meningkat.
Oleh karena itu, kata Sigit, untuk mendorong penurunan bunga kredit sekaligus penyalurannya, yang harus didobrak terlebih dahulu adalah kebuntuan di sektor riil. ”Caranya, semua stimulus fiskal harus cepat direalisasikan. Apabila pengusaha yakin, dengan sendirinya persepsi bank terhadap risiko sektor riil juga menurun,” kata Sigit.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Fiskal, Moneter, Perpajakan, Kepabeanan, Cukai, dan Kebijakan Publik Hariyadi Sukamdani berpendapat suku bunga acuan BI terus diturunkan. ”Kami berharap BI Rate bisa 8 persen, bahkan lebih rendah daripada itu. Spread antara BI Rate dan bunga komersial yang selisihnya bisa 7-10 persen itu juga keterlaluan,” ujarnya.
Kadin berharap pemerintah dan BI secara serius mencari penyebab besarnya selisih antara suku bunga acuan BI dan bunga komersial serta turut mencari jalan untuk menyelesaikan persoalan yang ada.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar