Jumat, 26 Desember 2008

Mari, Ramai-Ramai Habiskan Anggaran...


Pada jajaran birokrasi pemerintahan, sudah lama ada kebiasaan di akhir tahun anggaran suka membuat proyek baru dan sifatnya dadakan. Proyek baru tersebut sering dituding sebagai cara ramai-ramai birokrasi menghabisi anggaran departemen yang masih tersisa, supaya seluruh anggarannya bisa terserap dan tahun depan tetap bisa mengajukan yang lebih besar lagi.

Di beberapa departemen seperti Departemen Pertanian dilaporkan juga baru melakukan sejumlah pelatihan bagi pegawainya, yang lokasinya di luar kota. Selain itu, ada juga departemen dan instansi Pemerintah yang tiba-tiba merenovasi bangunan kantornya.

Sejumlah wartawan tiba-tiba di akhir tahun ini juga banyak menerima undangan diskusi di kawasan Puncak, Bogor. "Kemarin saya ikut diskusi di Bulog, minggu besok lagi ikut diskusi di Kementerian Negara Koperasi dan UKM," ungkap seorang wartawan radio.

Di Istana Negara dan Istana Merdeka, penggantian karpet merahnya oleh pengelola Rumah Tangga Istana baru-baru ini, sempat pula dituduh cara-cara menghabiskan anggaran di akhir tahun. Nilai proyek penggantian karpet itu disebut-sebut miliaran rupiah.

Di Istana Wakil Presiden, juga ada tuduhan sejenis. Pasalnya, tiba-tiba semua pohon dan tanaman besar yang terletak di halaman Istana Wapres, ditempeli papan nama yang bertuliskan nama jenis pohon berikut nama latinnya. Padahal, sebelumnya pohon dan tanaman itu tak bernama. Seorang staf di Istana Wapres sempat berkomentar, proyek kecil-kecilan itu untuk menghabiskan anggaran Sekretariat Wapres yang masih tersisa. "Kalau mau menata, seharusnya dari dulu-dulu. Kenapa baru sekarang," ujarnya.

Benarkah demikian? Kepala Rumah Tangga Kepresidenan Achmad Rusdi membantah. Penggantian karpet lama dengan yang baru itu sudah kita rencanakan hampir setahun lalu. Karena itu menyangkut rancangan desain dan tender pengadaan barangnya. Jadi, bukan dadakan dan untuk menghabiskan anggaran akhir tahun, tandasnya, seraya menyebut karpet merah itu belum diganti sejak masa Presiden Megawati Soekarnoputri.

"Presiden kan, harus memberi contoh. Jadi, tidak mungkin Istana ikut-ikutan menghabiskan anggaran. Sejak dua tahun lalu, anggaran Kepresidenan selalu tersisa sampai Rp 50-60 miliar," tambahnya.

Bantahan yang sama juga disampaikan Deputi Seswapres Bidang Administrasi Henry Sulistyo. Pembuatan papan nama pohon itu sudah direncanakan lama, namun realisasinya baru sekarang. "Jadi, tidak benar mau sekadar menghabiskan anggaran," ujar Henry.

Diakui Henry, pembuatan sekitar 100 papan nama itu hanya proyek kecil, yang nilainya di bawah Rp 50 juta sehingga tidak menggunakan tender. "Pak Wapres sudah mewanti-wanti dan sering mengontrol, sehingga kita tidak mungkin kita main-main anggaran, sekadar untuk itu," lanjutnya.

Namun, di mata Inspektur Jenderal (Irjen) Departemen Keuangan Hekinus Manao, kecenderungan sejumlah birokrasi pemerintah menghabiskan dana di akhir tahun anggaran sudah lama menjadi keprihatinannya. "Memang, tidak semua melakukan. Akan tetapi, ini kebiasaan yang harus diubah," ujar Hekinus.

Ia pun bertekad tahun depan akan mewaspadai agar tidak terjadi pencairan anggaran dan permainan sulap yang bisa merugikan negara. Kecenderungan ini sudah lama terjadi. "Tim saya akan mewaspadai. Seharusnya, pencairan anggaran itu berlangsung tiap waktu secara berkesinambungan, dan tidak menumpuk di akhir tahun," tambahnya.

Menurut dia, jika anggaran departemen setiap tahunnya tersisa, dana itu tidak boleh dialihkan ke tahun depan. Konsekuensinya, tahun anggaran berikutnya, DPR dan Pemerintah bisa saja hanya menyetujui besaran dana yang jumlahnya lebih kecil dari sebelumnya, mengingat anggaran sebelumnya tak terpakai seluruhnya. Jangan-jangan karena itu, para birokrasi mengakali anggaran? Weleh-weleh...

Tidak ada komentar: