DIRUT Utama Pertamina Karen Agustiawan tak bisa menyembunyikan kekecewaannya pada rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Selasa (10/2) lalu. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang kedua kalinya, Senin (16/2), kekesalannya memuncak, diawali dengan sikap protes seluruh anggota Komisi VII yang memutuskan menyudahi RDP dengan jajaran Direksi Peramina.
Ini terjadi atas terungkapnya surat bernada 'protes' yang ditujukan kepada seluruh anggota komisi yang membidangi masalah energi, sumber daya mineral, riset dan teknologi, serta lingkungan hidup ini. Surat yang ditandatangani oleh Sekertaris Perseroan PT Pertamina Toharso tertanggal 13 Februari 2009 diakui Karen atas sepengetahuan dirinya.
Kepada wartawan, Karen berusaha menghindar dari pertanyaan terkait insiden ini. Ia mengaku, pada dasanya semua pertanyaan para anggota Komisi VII DPR akan dijawab. Namun, mempermasalahkan, seakan pertanyaan yang diajukan dirinya di luar konteks yang ada seakan menghina. "Semua boleh dijawab, semua pertanyaan boleh dijawab. Hanya, yang enggak boleh adalah penghinaan," kata Karen yang bergegas meninggalkan wartawan.
Jadi, Anda merasa terhina? "Kami sih terbuka menjawab semua pertanyaan. Tapi kalau misalnya sudah dibilang bahwa, apa yah, untuk menghina direksi sampai disamakan dengan satpam kan tidak, di luar ini ya," kata Karen yang makin kewalahan menjawab pertanyaan para wartawan.
Jadi, surat yang ditandatangani oleh Sekertaris Perseroan atas sepengetahuan Anda karena merasa pertanyaan yang diajukan pada Selasa (10/2) lalu di luar konteks kewenangan anggota DPR? "Itu sikap dari persero. Dan itu adalah rekomendasi dari ketua bidang hukum kami. Nanti, enggak tahulah," ujarnya saat ditanya apakah masih akan ada agenda dengar pendapat dengan DPR lagi atau tidak.
Sementara itu, Toharso kepada para wartawan mengungkapkan, surat itu diajukan ke Komisi VII agar bisa tertib dan sesuai dengan pokok-pokok pembahasan. Surat itu, katanya lagi, hanyalah inisiatif dari corporate secretary dan bidang hukum Pertamina. Ia kemudian membenarkan pertanyaan yang diajukan para anggota Dewan, Selasa (10/2) lalu, yang sudah keluar dari jalur sebenarnya.
"Misalkan, tidak mempertanyakan pada hal yang pokok dipermasalahkan. Misalnya, soal ketidaklayakan direktur. Itu kan diluar substansi ya. Direksi sesungguhnya mengetahui surat ini dan sesungguhnya lagi, surat ini hanya ingin agar rapat yang berlangsung bisa efektif. Jadi sama sekali bukan maksud Pertamina melecehkan, sama sekali tidak. Kita bekerja siang malam untuk menjawab semua pertanyaan," aku Toharso.
Alvin Lie, anggota Komisi VII dari Fraksi PAN, menduga, surat itu dibuat karena unsur kesengajaan agar Pertamina tak lagi menjawab semua pertanyaan yang diajukan DPR. "Surat ini sengaja untuk kita untuk ramai, kemudian ditunda. Sebentar lagi akan masuk masa reses, bulan Maret sehingga permasalahannya lewat. Ada anggapan, buat apa Pertamina diundang lagi. Dengan begitu, semua permasalahan tidak akan terjawab karena sebentar lagi DPR reses. Jadi, surat ini bagian dari suatu muslihat," tegas Alvin.
Wakil Ketua Komisi VII dari Fraksi Partai Demokrat Shutan Batoegana pun ikut berkomentar dengan surat Pertamina itu. Ia menyayangkan sikap Pertamina yang seharusnya tak usah berkirim surat ke DPR karena DPR memiliki hak dan kewenangan sebagaimana diatur dalam undang-undang, atau tatib dalam mengajukan pertanyaan apa pun.
"Pertanyaan itu kan termasuk dalam fungsi pengawasan. Dalam pengawasan tentu saja kita sah dong mempertanyakan kenapa Anda (Karen) ditunjuk. Kemudian, bagaimana Anda bisa tunjukan kemampuan, bisa pimpin perusahana negara. Harusnya dia bisa jawab dengan berikan kinerja. Kalau meyakinkan kita berarti dia punya kemampuan," tegas Sony Keraf menimpali perkataan Shutan Batoegana.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar